Kesaksian ini dibagi menjadi 3 bagian:
1. 12 Mei 1998
Penginjilan kepada nenek, di saat-saat terakhir sebelum beliau meninggal dunia.
2. 13 Mei 1998
Tangan Tuhan yang menyertai pada awal kerusuhan.
3. 14 Mei 1998
Tuhan menyertai saat evakuasi korban kerusuhan.
1. 12 Mei 1998
Penginjilan kepada nenek, di saat-saat terakhir sebelum beliau meninggal dunia.
Nenek
istri saya sedang dirawat di R.S. Sumber Waras, Grogol, karena
menderita penyakit paru-paru. Ketika ada berita bahwa beliau koma, saya
segera menuju ke sana sekitar pk.18.00. Setiba di rumah sakit, saya
melihat ada kerumunan orang di UGD (Unit Gawat Darurat). Saya terus
menuju ruang perawatan dan menemui beliau yang nafasnya sudah tidak
teratur, tetapi masih sadar. Di ruang tersebut ada seorang suster dan
temannya. Saya meminta kedua orang tersebut meninggalkan kami berdua,
karena saya ingin berbicara dengan beliau. Setelah itu, saya mulai
menginjili beliau dan mengabarkan kabar sukacita di dalam Kristus.
Beliau adalah seorang yang sangat keras terhadap kekristenan. Namun,
walaupun beliau keras terhadap kekristenan, satu hal yang membuat saya
bahagia ialah bahwa beliau sangat senang terhadap saya. Beliau senang
meminta pertolongan kepada saya, dan saya berusaha tidak pernah
menolaknya, bahkan dengan senang hati saya berinisiatif untuk
menolongnya, walaupun tanpa diminta terlebih dahulu.
Saat saya
menginjili beliau, saya melihat suatu hal yang sangat menyentuh hati
saya ketika seseorang hendak meninggalkan dunia yang fana ini menuju
kepada suatu tempat yang tidak diketahuinya. Saya menginjili beliau
dengan bahasa yang sangat sederhana, namun beliau cukup antusias untuk
menerima Kristus di saat-saat terakhirnya. Ada secercah harapan dan
sikap pasrah menanti ajal menjemputnya. Namun terlebih dari itu, ada
juga suatu kekuatan baru untuk menanti datangnya maut, yaitu kekuatan
dari sesuatu yang belum pernah secara langsung didengarnya selama
hidupnya. Yang beliau ketahui adalah kekristenan adalah suatu agama yang
menolak penyembahan kepada leluhur, tanpa pernah mendengar siapakah
Kristus yang sesungguhnya.
Banyak orang yang membenci Kristus
tanpa pernah mengetahui Siapakah Dia. Jikalau orang mengetahui siapakah
Dia sesungguhnya, maka tak ada alasan yang cukup untuk membencinya.
Kristus begitu baik. Tidak ada yang dapat menyamai kasih-Nya, yang
sampai rela mengorbankan nyawa-Nya untuk meredakan murka Allah atas
dosa. Kutukan, siksaan, aniaya ditimpakan kepada-Nya. Saya pernah
beberapa kali melihat dan melayani beberapa orang yang akan meninggal.
Suatu kengerian yang amat sangat, jikalau tanpa kepastian, kemana kita
akan pergi dan kepada siapa kita akan kembali. Sebuah pertanyaan yang
tidak pernah terjawab sepanjang sejarah. Jikalau ada jawaban, itupun
tidak tegas terjawab, kecuali melalui seorang yang pernah datang ke
dunia, pencipta dan pemilik alam semesta yang pernah datang menghampiri
ciptaan-Nya.
Setelah berdoa, saya berpamitan pulang. Sebelum
keluar dari rumah sakit, saya sempat menuju UGD dan bertanya ada
kejadian apa di sini. Ternyata ada beberapa mahasiswa yang tertembak dan
6 orang di antaranya meninggal. Suara jerit dan tangis dari pihak
keluarga sangat menyentuh hati, karena anak mereka mati dengan cara yang
mengenaskan setelah berjuang menuntut reformasi. Pikiran saya
mengatakan bahwa besok bisa terjadi suatu kejadian dahsyat yang belum
pernah terjadi selama ini.
2. 13 Mei 1998
Tangan Tuhan yang menyertai pada awal kerusuhan
Tanggal
13 Mei, pk. 06.30, nenek meninggal dunia. Pk.09.00 saya tiba di rumah
sakit dan langsung menuju kamar jenazah, tetapi saya tidak
mendapatkannya, karena beliau sudah dipindahkan ke Rumah Duka Gedong
Panjang, Pluit. Saya menuju ke rumah duka lewat Grogol. Saat itu belum
terjadi apa-apa di Grogol. Tak berapa lama di Rumah Duka, saya pulang.
Pada pk. 14.00, saya kembali ke rumah duka bersama ayah mertua saya
untuk mengurus surat-surat dan lain-lain. Ketika menunggu di sana, saya
mendengar bahwa pompa bensin di Grogol sudah dibakar dan massa sedang
menuju arah Pluit. Saya berpikir itu hanya isu, tetapi berita itu
semakin gencar. Pegawai rumah duka menyarankan agar saya menunggu di
sana sampai keadaan aman. Tapi karena teringat anak dan istri saya di
rumah, akhirnya pk 16.30 saya pulang dengan melewati Jalan Gedong
Panjang (Tanah Pasir) menuju Jembatan Lima (rumah mertua saya). Ketika
baru berjalan, tak jauh, saya melihat kemacetan yang luar biasa, dan
saya melihat ada seorang yang memberi kode agar kendaraan berputar
(jangan lewat jalan itu). Saya berpikir sebentar, lalu saya segera
berbalik arah dan mengambil jalan kota (Stasiun Kota). Ada dua sepeda
motor yang mengikuti kode tersebut. Jalan sangat sepi sampai akhirnya
saya tiba dengan selamat di rumah.
Saya mendengar bahwa massa
sudah membakar mobil-mobil di Jalan Jembatan Lima. Saya teringat akan
orang yang memberi kode di lampu merah tadi (di bawah jalan tol). Apa
yang akan terjadi bila saya tetap melewati jalan tersebut, yaitu
Jembatan Lima? Dari situ saya melihat campur tangan Tuhan kepada saya.
Terima kasih Tuhan atas belas kasihan dan anugerah-Mu!
3. 14 Mei 1998Tuhan menyertai saat evakuasi korban kerusuhan.
Esok
harinya (14 Mei) adalah rencana upacara penutupan peti jenazah di rumah
duka pada pk. 19.00. Ternyata kerusuhan berlanjut mulai pagi sekitar
pk.10, sehingga upacara dimajukan menjadi pk. 14.00. Tidak ada satu
orang pun dari keluarga kami yang dapat keluar rumah akibat kerusuhan
yang kian dahsyat itu.
Saya bersama keluarga istri saya berkumpul
di rumah saudara di Jl. Kemurnian. Kerusuhan terus berlanjut sampai
malam hari. Pk. 18.00, saya pulang ke rumah yang berjarak +2 km untuk
berkumpul dengan anak dan istri saya. Tetapi pada pk. 19 saya mendapat
kabar bahwa sepupu istri saya, yang tinggal di Pinangsia Dalam, terjebak
dan tidak dapat keluar dari kompleks perumahannya. Mendengar hal itu
saya ingin menolong, tetapi bagaimana dengan keselamatan saya sendiri?
Namun saya tidak boleh bersikap egois, saya berdoa kepada Tuhan agar
diberi kekuatan untuk dapat menolong sepupu istri saya. Setelah
mempersiapkan peralatan berupa lampu senter, tali dll., saya menuju
Pinangsia. Saya melihat ribuan orang tengah menjarah toko-toko (terutama
barang elektronik) di Glodok. Mereka bolak-balik menuju Glodok dan
mengambil barang-barang di sana dengan semangat tinggi tanpa peduli
keadaan sekitar. Moral dan etika sudah tidak berlaku lagi, ketika banyak
orang bersama-sama berbuat jahat. Mereka bahu-membahu dan dengan riang
membawa hasil jarahannya.
Sesampainya di Glodok, saya kesulitan
melewati tempat tersebut, sebab di sana sangat gelap dan penuh dengan
asap. Saya mencoba menerobos, tetapi napas dan mata saya tidak kuat.
Akhirnya saya menutup hidung dengan saputangan dan menarik napas
dalam-dalam agar saya dapat menerobos asap ersebut. Berhasil! Terima
kasih Tuhan! Rintangan pertama sudah dilalui, tetapi ketika sampai di
Pinangsia Dalam, saya benar-benar tidak dapat menjangkau tempat
tersebut. Ternyata rumah sepupu istri saya sudah terbakar. Saya berpikir
bahwa mereka ada di dalamnya. Saya terus mencari dan mencari mereka.
Sampai akhirnya saya memutar dan tiba di jalan Raya Hayam Wuruk. Saya
berteriak-teriak memanggil mereka, tetapi tak ada sahutan. Saya mulai
berputus asa. Satu persatu gedung di jalan itu saya perhatikan. Tak lama
kemudian, ada seorang turis dari Afrika mengatakan bahwa ia sempat
melihat sekumpulan orang di sebuah gedung berlantai 7 yang belum
jadi.Ada sedikit harapan menemukan mereka. Saya bersama beberapa orang
menjebol pintu gedung yang gelap gulita tersebut dan naik ke atas.
Setibanya di atas, saya melihat banyak orang berkumpul dengan wajah
sangat ketakutan; Ada orang tua yang memakai kursi roda, anak-anak, bayi
dan lain-lain. Saya dapat melihat api di kiri dan kanan gedung
menyala-nyala. Mereka takut dibunuh oleh massa yang liar dan sangat
banyak. Kami mengevakuasi mereka satu-persatu, hingga semuanya selesai.
Saya mendapati 2 orang sepupu istri saya dan pembantu di antara mereka.
Mereka memanjat dengan susah payah dari gedung ke gedung menuju tempat
yang lebih aman dan saling bahu-membahu menggotong para orang tua. Luar
biasa! Dalam keadaan yang begitu sulit, masih ada kerjasama dan
‘kerelaan’ meninggalkan ego masing-masing. Saya mendengar suara tembakan
dari beberapa tentara yang mulai tiba di jalan tersebut. Dengan
pengawalan seorang tentara, saya membawa mereka yang berjumlah 50 orang
lebih (ada beberapa yang sudah ditampung oleh saudara mereka). Saya
bingung harus membawa mereka kemana, sebab ini adalah pengalaman
pertama.
Saya pikir, sebaiknya mereka di bawa ke sebuah sekolah
di kawasan Petak Sembilan untuk sementara, sampai tiba esok hari.
Sekolah dengan inisial R itu adalah sebuah sekolah terkenal di kawasan
tersebut. Kami menemui penjaga/pengurus gedung dan memberitahu maksud
kami itu untuk tinggal sementara. Tetapi jawaban yang kami terima
sungguh mengecewakan, karena mereka tidak bersedia menerima kami. Sebuah
sekolah berlabel agama yang terkenal sosial, sungguh menyedihkan.
Dengan sedih, kami melanjutkan perjalanan dengan tujuan yang tidak
pasti. Setelah beberapa waktu ternyata ada sebuah rumah besar yang
bersedia menampung kami. Tak lama kemudian datang seorang pastor menemui
kami. Pastor itu ternyata dari sekolah yang menolak kami tadi, beliau
minta maaf atas perlakuan pengurus/penjaga gedung dan menyatakan
bersedia menampung. Kami berterima kasih atas kebaikannya dan mengatakan
bahwa sudah ada seseorang yang sudah bersedia menampung kami.
Saya
mendengar kabar dari pengurus rumah duka yang kami kenal baik, bahwa
Rumah Duka Gedong Panjang telah dibakar massa. Di dalam sana ada 3
jenazah. Di antaranya adalah jenazah nenek istri saya. Satu jenazah di
dalam peti dan dua jenazah masih di kamar jenazah. Ketiga jenazah
tersebut dikeluarkan oleh massa. Massa mempermainkan jenazah itu,
kemudian dibakar. Sampai akhirnya jenazah nenek istri saya ditinggalkan
massa begitu saja. Setelah massa pergi, petugas rumah duka segera segera
memindahkannya ke Rumah Duka Atmajaya.
Tiga hari tersebut
merupakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Suatu sukacita,
bagaimana saya dapat memberi kabar sukacita kepada orang yang belum
percaya, bahwa kematian memang suatu hal yang mengerikan dan masih
merupakan tanda tanya bagi yang masih hidup, tetapi Kristus yang telah
turun ke dalam kerajaan maut telah memberikan jaminan keselamatan bagi
siapa yang percaya kepada-Nya. Suatu sukacita juga karena saya diberikan
pengalaman berharga, ketika saya diloloskan Tuhan dari maut dengan
adanya ‘orang’ yang memberikan petunjuk untuk memutar arah. Saya percaya
bahwa Tuhan turut campur dalam kehidupan kita pada saat-saat kritis
dalam kehidupan. Kristus telah memberikan teladan tertinggi, ketika Dia
hendak ditangkap di Taman Getsemani, dimana Yesus meminta tentara yang
hendak menangkap-Nya untuk membebaskan murid-murid-Nya. Hari ketiga,
adalah suatu hari yang sangat menentukan dalam hidup saya; apakah saya
harus menjadi seorang yang egois, walaupun sudah ditebus dan menerima
pengajaran-pengajaran dari Tuhan Yesus Kristus? Setiap ajaran dan
perintah-Nya haruslah diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari,
barulah ajaran-ajaran-Nya menjadi nyata dalam kehidupan kita. Tiada
kemuliaan, tanpa penderitaan, tiada mahkota tanpa Salib. Tiada
kebangkitan, tanpa kematian Kristus.
Demikian kesaksian ini. Saya
turut prihatin atas kejadian yang menimpa saudara-saudara yang lebih
menderita akibat amuk massa pada Mei ‘98.
SOLI DEO GLORIA
Amin Khouw
sumber: http://www.pemudakristen.com/artikel/kerusuhan_mei_1998.php